Puluhan Hewan Ternak Mati, Warga Moho Demo di Lahan Garapan

SIMALUNGUN, bumantaranews.com – Puluhan ekor hewan ternak milik warga Nagori Moho, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun, bermatian. Mereka curiga, hewan-hewan tersebut mati karena diracun dan dibacok saat dilepas di lahan garapan eks HGU PTPN IV Unit Kebun Bah Jambi.

Akibatnya, sejumlah warga Nagori Moho dan warga yang tergabung dalam Kelompok Ternak Sapi dan Kambing Nagori Moho, melakukan aksi damai di lokasi garapan, Senin (13/9) sekira pukul 09.00 WIB.

Warga memasang palang portal di perbatasan Nagori Moho dengan Nagori Mariah Jambi. Mereka mengaku sangat resah karena merasa tidak aman dan nyaman saat menggembala hewan ternak.

“Ternak kami mati akibat diracun, dan ada yang dibacok. Sebanyak 13 ekor kambing dan 2 ekor sapi mati diracun. Lalu 1 ekor sapi terkena senjata tajam, dan 3 ekor sapi terkena denda Rp1,5 juta. Terus, 1 ekor sapi kami saat ini ditahan warga yang mengklaim sebagai pemilik lahan garapan ini. Kami resah. Padahal kami selama ini hanya diam saat mereka berjuang untuk mendapatkan hak atas lahan garapan ini,” kata beberapa warga Nagori Moho, di antaranya M Samosir, A Sitorus, Pardi, dan A Damanik.

Informasi dihimpun, sejumlah warga Nagori Mariah Jambi mengklaim lahan eks HGU PTPN IV Unit Kebun Bah Jambi Afdeling II Blok E, yang berada di Nagori Moho merupakan lahan nenek moyang mereka. Kini, kata mereka, lahan tersebut dalam penguasaan mereka. Sehingga mereka menanaminya dengan jagung.

Ketua Aksi Damai, A Sitorus menerangkan, di antara lahan yang diklaim, salah satunya areal seluas sekitar 10 hektare yang terletak di Nagori Moho. Lahan 10 hektare tersebut di dalamnya masih ada tanaman sawit milik PTPN IV. Selama ini lahan tersebut dijadikan lokasi gembala hewan ternak milik warga Nagori Moho.

Dahulunya ada kesepakatan antara pihak PTPN IV dengan warga Nagori Moho, yakni lahan yang berada di sekitaran Nagori Moho boleh dijadikan lokasi gembala ternak.

“Sejak tahun 1980-an, ada kesepakatan antara perkebunan dengan masyarakat, bahwasanya lahan sekitar desa dijadikan lahan untuk angon (gembala, red) ternak warga. Hingga kini ternak warga masih sering masuk ke lahan Blok E itu,” kata A Sitorus.

Ditambahkan A Sitorus yang didampingi M Samosir, lahan Blok E yang saat ini dikuasai sekelompok warga sebenarnya merupakan perkampungan warga Nagori Moho. Bahkan sejak Kampung Moho masih menjadi Dusun Moho. Tahun 2002 lalu, katanya, Dusun Moho menjadi Nagori Moho.

“Masih ada bukti surat alas hak bahwa lahan Blok E ini perkampungan. Tapi tahun 1960-an, perkebunan mengambil alih lahan perkampungan warga dengan kompensasi ganti rugi tapak rumah. Terakhir, rumah dipindahkan pada 17 Agustus 1968. Waktu itu pemindahan rumah masih diangkat dengan gotong royong,” terangnya sembari menunjukkan bukti alas hak.

Terpisah, Kardi (59) warga lainnya menjelaskan saat ini masyarakat hanya ingin meminta agar lahan tersebut dikembalikan ke sedia kala, yakni hewan ternak mereka bebas berkeliaran di lokasi tersebut.

“Lokasi yang masuk ke Nagori Moho supaya bisa dimasuki lembu. Jangan seperti ini. Kami cuma mau itu. Soal yang diperjuangkan mereka, kami masyarakat Moho, nggak mau ikut campur,” terangnya. (adi)